• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

Corak Kehidupan Masyarakat Pra-Aksara

 on Minggu, 03 April 2016  

1.Corak Kehidupan Berburu dan Meramu

Masa berburu dan meramu tingkat lanjut berlangsung setelah zaman pleistosen.  Corak kehidupan masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut terpengaruh pada masa sebelumnya. Kehidupan mereka masih bergantung pada alam. Mereka hidup dengan cara berburu binatang di dalam hutan, menangkap ikan, dan dengan mengumpulkan makanan seperti umbi-umbian, buah-buahan, biji-bijian, dan daun-daunan. Alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu misalnya kapak genggam, flake, dan alat-alat dari tulang. Pada masa tersebut juga dikenal gerabah yang berfungsi sebagai wadah. Sejarah masa berburu dan meramu tingkat lanjut Masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut hidup dalam kelompok yang terdiri dari beberapa keluarga. Di antara kelompok-kelompok tersebut ada yang hidup di daerah pesisir. Mereka hidup dengan mencari kerang dan ikan laut. Bekas tempat tinggal mereka ditemukan tumpukan kulit kerang dan alat-alat yang mereka gunakan, seperti kapak genggam, mata panah, mata tombak, mata kail dan lain-lain. Pola bermukim mereka mulai berubah dari nomaden menjadi semesedenter. Ketika masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut telah mampu mengumpulkan makanan dalam jumlah yang cukup banyak, mereka mulai lebih lama mendiami suatu tempat. Kemudian pengetahuan mereka berkembang untuk menyimpan dan mengawetkan makanan. Daging binatang buruan diawetkan dengan cara dijemur setelah terlebih dahulu diberi ramuan. Mereka bertempat tinggal di gua-gua (abris sous roche). Mereka memilih gua yang letaknya cukup tinggi di lereng-lereng bukit untuk melindungi diri dari iklim dan binatang buas. Masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut juga telah mengenal pembagian kerja. Kegiatan berburu banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Kaum wanita tidak banyak yang terlibat dalam kegiatan perburuan, mereka lebih banyak berada di sekitar gua tempat tinggal mereka. Karena perhatian wanita ditujukan kepada lingkungan yang terbatas, maka mereka mampu memperluas pengetahuannya tentang seluk-beluk tumbuh-tumbuhan yang dapat dibudidayakan. Secara alami masyarakat ini telah mengenal bercocok tanam, meskipun masih dalam taraf yang sangat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah. Mereka membuka lahan dengan cara menebang hutan, membakar dan membersihkannya. Setelah tidak subur lagi tanah tersebut mereka tinggalkan untuk mencari lahan baru yang subur. Kehidupan semisedenter memberikan banyak waktu luang bagi manusia pendukung masa ini. Waktu luang tersebut mereka gunakan untuk membuat alat-alat dari batu dan tulang serta membuat lukisan pada dinding-dinding gua. Lukisan-lukisan mereka berwujud seperti cap telapak tangan, babi, kadal, perahu, menggambarkan kegiatan berburu yang berhubungan dengan kepercayaan, yaitu penghormatan terhadap nenek moyang, upacara kesuburan, dan keperluan perdukunan.

2.Corak Kehidupan Bercocok Tanam

Kelompok-kelompok kecil pada masa bercocok tanam makin bertambah besar, karena masyarakat telah mulai menetap dan hidup lebih teratur. Kelompok-kelompok perkampungan tumbuh menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar misalnya klan, marga dan sebagainya yang menjadi dasar masyarakat Indonesia sekarang. Kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks setelah mereka tidak saja tinggal di goa-goa, tetapi juga memanfaatkan lahan-lahan terbuka sebagai tempat tinggal. Dengan bertempat tinggal menetap mereka mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan teknologi pembuatan alat dari batu. Perubahan cara hidup dari mengembara ke menetap akhirnya berpengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan lainnya. Cara hidup berburu dan meramu secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan. Mereka memasuki tahapan baru yaitu bercocok tanam ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah perkembangan dan peradaban manusia. Dengan penemuan-penemuan baru, mereka dapat menguasai alam, terutama yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup mereka. Beragam jenis tumbuhan  mulai dibudidayakan dan bermacam- macam binatang mulai dijinakkan. Dengan perkembangannya cara bercocok tanam dan bertani, berarti banyak hal yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang tidak mungkin dapat dipenuhi sendiri. Kondisi inilah yang kemudian mendorong munculnya kelompok-kelompok spesialis atau undagi. misalnya kelompok ahli pembuatan rumah, pembuatan gerabah, dan pembuatan alat-alat logam.Pada tahapan berikutnya, kegiatan pertanian membutuhkan satu organisasi yang lebih luas yang berfungsi untuk mengelola dan mengatur kegiatan pertanian tersebut. Dari organisasi itu kemudian menumbuhkan organisasi masyarakat yang bersifat chiefdomsatau masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Dalam masyarakat yang demikian itu sudah dapat dibedakan antara pemimpin dan yang dipimpin. Pengakuan terhadap pemimpin tidak sekadar karena faktor keturunan, tetapi juga dianggap mempunyai kekuatan yang lebih dan berkedudukan tinggi. Para pemimpin tersebut sesudah meninggal arwahnya tetap dihormati karena kelebihan yang dimilikinya itu. Untuk menghormati sang arwah, dibangunlah tempat-tempat pemujaan seperti tampak pada peninggalan-peninggalan pundenberundak. Selain dapat menunjukan tempat pemujaan arwah, keberadaan pundenberundak juga dapat menjadi bukti adanya masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Pundenberundak merupakan bangunan tempat melakukan upacara bersama. Dalam melaksanakan upacara itu, juga dipimpin oleh seorang pemimpin yang disegani oleh masyarakatnya. Pada masa itu ada kemungkinan sudah terbentuk desa-desa kecil. Pada mulanya hanya bentuk rumah agak kecil dan berdenah melingkar dengan atap daun-daunan. Kemudian rumah seperti itu berkembang dengan bentuk yang lebih besar yang dibangun di atas tiang penyangga. Rumah besar ini bentuknya persegi panjang, dihuni oleh beberapa keluarga inti. Di bawah tiang penyangga rumah digunakan untuk memelihara ternak. Apabila musim panen tiba mereka berpindah sementara di dekat ladang-ladang dengan membangun rumah atau gubuk- gubuk darurat. Binatang-binatang piaraan mereka juga dibawa. Tidak menutup kemungkinan pada masa itu, mereka sudah menggunakan bahasa untuk komunikasi. Para ahli menduga bahwa pada masa bercocok tanam menetap ini, mereka sudah menggunakan bahasa Melayu-Polenesia atau rumpun bahasa  Austronesia. Pada masa bercocok tanam mulai muncul kelompok-kelompok profesi, hubungan perdagangan, dan adanya kontak-kontak budaya yang menyebabkan kegiatan masyarakat semakin kompleks. Situasi semacam itu tidak saja telah menunjukkan adanya pelapisan masyarakat menurut kehlian dan pekerjaannya, tapi juga mendorong perkembangan teknologi yang mereka kuasai.


3. Pola Hunian Manusia Pra-Aksara
Pola hunian Manusia Purba yang memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu, (1) kedekatan dengan sumber air dan (2) kehidupan di alam terbuka. Pola Hunian itu dapat dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya. Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan contoh-contoh dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni lingkungan di pinggir sungai. Kondisi itu dapat dipahami mengingat keberadaan air memberikan beragam manfaat. Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Air juga diperlukan oleh tumbuhan maupun binatang. Keberadaan air juga dimanfaatkan manusia sebagai sarana penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui sungai, manusia dapat melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Mobilitas manusia purba yang tinggi tidak memungkinkan untuk menghuni gua secara menetap. Keberadaan gua-gua yang dekat dengan sumber air dan sumber bahan makanan mungkin saja dimanfaatkan sebagai tempat persinggahan sementara, sehingga tidak meninggalkan jejak pada kita.
Hal penting yang perlu kita ketahui ialah transisi permukiman nenek moyang dari nomaden ke tempat tinggal menetap. Manusia purba di indonesia diperkirakan sudah hidup menjelajah (nomaden) untuk jangka waktu yang lama. Mereka mengumpulkan bahan makanan dalam lingkup wilayah tertentu dan berpindah-pindah.
Mereka hidup dalam komunitas-komunitas kecil dengan mobilitas yang tinggi. Keterisolasian dalam hutan tropis dan ketiadaan kontak dengan dunia luar menutup kemungkinan untuk mengadopsi budaya luar. Lama hunian di suatu lingkungan eksploitasi  dipengaruhi oleh ketersediaan bahan makanan.
Manakala lingkungan sekitar tidak menjanjikan bahan makanan , mereka berpindah ke lingkungan baru di tepian sungai untuk membuat persinggahan baru. Mulailah berkembang pola hunian bertempat tinggal sementara, misalnya di gua-gua. Inilah masa transisi sebelum manusia itu bertempat tinggal tetap.
4.Perkembangan Teknologi Manusia Pra Aksara

      A.    Pengertian Masa Pra Aksara
Pra aksara atau nirleka(nir: tidak ada, leka: tulisan) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada masa di saat catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman pra aksara dapat dikatakan permulaan terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan untuk mengacu kepada masa di saat kehidupan manusia di Bumi yang belum mengenal tulisan.
Batas antara zaman pra aksara dengan zaman aksara adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa pra aksara adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan aksara adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman pra aksara atau dimulainya zaman aksara untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir sekitar tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga pada saat itu, bangsa Mesir sudah memasuki zaman aksara. Zaman pra aksara di Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5; dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era aksara.
Karena tidak terdapat peninggalan catatan tertulis dari zaman prasejarah, keterangan mengenai zaman ini diperoleh melalui bidang-bidang seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi, antropologi, arkeologi. Dalam artian bahwa bukti-bukti pra aksara didapat dari artefak - artefak yang ditemukan di daerah penggalian situs pra aksara.

      B.     Pengertian Teknologi
Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Penggunaan teknologi oleh manusia diawali dengan pengubahan sumber daya alam menjadi alat-alat sederhana. Penemuan prasejarah tentang kemampuan mengendalikan api telah menaikkan ketersediaan sumber-sumber pangan, sedangkan penciptaan roda telah membantu manusia dalam beperjalanan dan mengendalikan lingkungan mereka. Perkembangan teknologi terbaru, termasuk di antaranya mesin cetak, telepon, dan Internet, telah memperkecil hambatan fisik terhadap komunikasi dan memungkinkan manusia untuk berinteraksi secara bebas dalam skala global. Tetapi, tidak semua teknologi digunakan untuk tujuan damai; pengembangan senjata penghancur yang semakin hebat telah berlangsung sepanjang sejarah, dari pentungan sampai senjata nuklir.



C.    Perkembangan Teknologi Masa Pra Aksara di Indonesia
Perlu kamu ketahui bahwa sekalipun belum mengenal tulisan manusia purba sudah mengembangkan kebudayaan dan teknologi. Teknologi waktu itu bermula dari teknologi bebatuan yang digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan. Dalam praktiknya paralatan atau teknologi bebatuan tersebut dapat berfungsi serba guna. Pada tahap paling awal alat yang digunakan masih bersifat kebetulan dan seadanya serta bersifat trial dan eror. Mula – mula mereka hanya menggunakan benda – benda dari alam terutama batu. Teknologi bebatuan pada zaman ini berkembang dalam kurun waktu yang begitu panjang. Oleh karena itu, pad ahli kemudian membagi kebudayaan zaman batu di era pra-aksara ini menjadi beberapa zaman atau tahap perkembangan. Dalam buku R. Soekmono, Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia I, dijelaskan bahwa kebudayaan zaman batu ini dibagi menjadi tiga, yaitu, Paleotikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum serta zaman logam yaitu perunggu dan besi
      D.    Zaman Batu
Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal. Zaman batu menunjuk pada suatu periode di mana alat-alat kehidupan manusia umumnya/dominan terbuat dari batu, walaupun ada juga alat-alat tertentu yang terbuat dari kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, antara lain:
      1.      Paleolitikum atau Zaman Batu Tua
Paleotikum adalah zaman prasejarah yang bermula kira-kira 50.000 hingga 100.000 tahun yang lalu. Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM - 10.000 SM.
Pada zaman ini, manusia Peking dan manusia Jawa telah ada. Di Afrika, Eropa dan Asia, manusia Neanderthal telah hidup pada awal tahun 50.000 SM, manakala pada tahun 20 000 SM, manusia Cro-magnon sudah menguasai kebudayaan di Afrika Utara dan Eropa.
Beberapa perkembangan kebudayaan ditemukan di sekitar Pacitan (ditemukan oleh Von Koenigswald) dan Ngandong. Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden atau berpindah-randah dalam kumpulan kecil untuk mencari makanan. Mereka mencari biji-bijian, umbi, serta dedaunan sebagai makanan. Mereka tidak bercocok tanam. Mereka menggunakan batu, kayu dan tulang binatang untuk membuat peralatan sehari-hari. Alat-alat ini juga digunakan untuk mempertahankan diri dari musuh. Peninggalan yang ditemukan antara lain berupa peralatan batu seperti flakes (alat penyerpih berfungsi misalnya untuk mengupas, menguliti), chopper (kapak genggam/alat penetak), selain itu terdapat pula peralatan dari tulang.
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan, biasa disebut Chopper (alat penetak/pemotong). Dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara menggunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatannya dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanya sebagai tempat menggenggam.
Spesies manusia purba yang telah ada: Meganthropus Paleojavanicus, Pithecanthropus Erectus (Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecanthropus Robustus).

      2.       Mesolitikum atau Zaman Batu Tengah
Mesolitikum atau Zaman Batu Madya (Bahasa Yunani: mesos "tengah", lithos batu) adalah suatu periode dalam perkembangan teknologi manusia, antara Paleolitik atau Zaman Batu Tua dan Neolitik atau Zaman Batu Muda.
Istilah ini diperkenalkan oleh John Lubbock dalam makalahnya "Zaman Prasejarah" (bahasa Inggris: Pre-historic Times) yang diterbitkan pada tahun 1865. Namun istilah ini tidak terlalu sering digunakan sampai V. Gordon Childe mempopulerkannya dalam bukunya The Dawn of Europe (1947).
Pada zaman mesolitikum di Indonesia, manusia hidup tidak jauh berbeda dengan zaman paleolitikum, yaitu dengan berburu dan menangkap ikan, namun manusia pada masa itu juga mulai mempunyai tempat tinggal agak tetap dan bercocok tanam secara sederhana.[3] Tempat tinggal yang mereka pilih umumnya berlokasi di tepi pantai(kjokkenmoddinger) dan goa-goa (abris sous roche) sehingga di lokasi-lokasi tersebut banyak ditemukan berkas-berkas kebudayaan manusia pada zaman itu.
      3.      Neolitikum
Neolitikum atau Zaman Batu Mudaadalah fase atau tingkat kebudayaanpada zaman pra aksara yang mempunyai ciri-ciri berupa unsur kebudayaan, seperti peralatan dari batu yang diasah, pertanian menetap, peternakan, dan pembuatan tembikar.

      4.      Megalitikum
Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yangberarti batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar,karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkankebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupunkepercayaan mereka masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang, Kepercayaan ini muncul karena pengetahuan manusia sudah mulai meningkat.
Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang yaitu :
      a)      Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
      b)      Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan manik-manik, alat-alat perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk yang diperlukan.

      Adapun beberapa hasil-hasil kebudayaan pada zaman megalitikum adalah sebagai berikut:
a)       Menhir
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
      b)     Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.
      c)      Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.
Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat, Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.
      d)     Sarkofagus
Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari perunggu serta besi.
Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam.

Di Indonesia, beberapa etnik masih memiliki unsur-unsur megalitik yang dipertahankan hingga sekarang.

a)Pasemah
Pasemah merupakan wilayah dari Propinsi Sumatera Selatan, berada di kaki Gunung Dempo. Tinggalan-tinggalan megalitik di wilayah ini tersebar sebanyak 19 situs, berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari Balai Arkeologi Palembang. Tinggalan megalitik Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat dengan begitu dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman dalam memahat sehingga tinggalan [megalitik pasemah], disebut oleh ahli arkeologi sebagai Budaya Megalitik Pasemah.

     b)   Nias
 Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen) untuk memperingati kematian seorang penting di Nias (awal abad ke-20). Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen megalitik dalam kehidupannya. Lompat batu dan kubur batu masih memperlihatkan elemen-elemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu besar sebagai tempat untuk memecahkan perselisihan.

     c)    Sumba
Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental menerapkan beberapa elemen megalitik dalam kegiatan sehari-hari. Kubur batu masih ditemukan di sejumlah perkampungan. Meja batu juga dipakai sebagai tempat pertemuan adat.



E.     Zaman Logam
Di Eropa zaman logam ini mengalami 3 fase, zaman tembaga, perunggu, dan besi. Sedangkan di Kepulauan Indonesia hanya mengalami zaman perunggu dan besi.
5.Revolusi Neolithikum
Zaman neolitikum (zaman batu baru) kehidupan masyarakatnya semakin maju. Yang dulunya food gathering kini food producing. Manusia tidak hanya sudah hidup secara menetap tetapi juga telah bercocok tanam. Masa ini penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan dijinakkan. Hutan belukar mulai dikembangkan, untuk membuat ladang-ladang. Dalam kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah menguasai lingkungan alam beserta isinya.
Masyarakat pada masa bercocok tanam ini hidup menetap dalam suatu perkampungan yang dibangun secara tidak beraturan. Pada awalnya rumah mereka masih kecil-kecil berbentuk kebulat-bulatan dengan atap yang dibuat dari daun-daunan. Rumah ini diduga merupakan corak rumah paling tua di Indonesia yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di Timor, Kalimantan Barat, Nikobar, dan Andaman. Kemudian barulah dibangun bentuk-bentuk yang lebih besar dengan menggunakan tiang. Rumah ini berbentuk persegi panjang dan dapat menampung beberapakeluarga inti. Rumah-rumah tersebut mungkin dibangun berdekatan dengan ladang-ladang mereka atau agak jauh dari ladang. Rumah yang dibangun bertiang itu dalam rangka menghindari bahaya dari banjir dan binatang buas.
Oleh karena mereka sudah hidup menetap dalam suatu perkampungan maka tentunya dalam kegiatan membangun rumah mereka melaksanakan secara bergotong-royong. Gotong-royong tidak hanya dilakukan dalam membangun rumah, tetapi juga dalam menebang hutan, membakar semak belukar, menabur benih, memetik hasil tanaman,membuat gerabah, berburu, dan menangkap ikan.
6.Sistem Kepercayaan Masyarakat Pra Aksara

Sistem kepercayaan masyarakat praaksara di Indonesia tidak terlepas dari kepercayaan asli masyarakat Indonesia. Dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, kepercayaan asli merupakan bentuk kerohanian yang khas dimiliki oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kepercayaan asli sering disebut dengan agama asli atau religi. Kepercayaan manusia tidak terbatas pada dirinya sendiri saja, akan tetapi pada benda-benda dan tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitarnya. Berdasarkan keyakinan tersebut, manusia menyadari bahwa makhluk halus atau roh itu memiliki wujud nyata dan sifat yang mendua, yaitu sifat yang membawa kebaikan dan sidat yang mendatangkan keburukan. Jika diperhatikan, lukisan-lukisan yang terdapat di gua-gua tidak hanya mempunyai nilai estetika, tetapi juga mengandung makna etika magis. Beberapa ahli menyimpulkan bahwa cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah memiliki arti kekuatan atau perlindungan dari roh-roh jahat. Seperti terdapat pada beberapa lukisan di Papua mempunyai kaitan dengan upacara penghormatan nenek moyang, meminta hujan dan kesuburan, serta memperingati suatu peristiwa yang sangat penting. Adanya keyakinan-keyakinan itulah yang kemudian mendorong berkembang beberapa kepercayaan di Indonesia, diantaranya animisme, dinamisme dan totemisme. Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang. Awal munculnya kepercayaan animisme ini didasari oleh berbagai pengalaman dari masyarakat yang bersangkutan. Misalnya pada daerah di sekitar tempat tinggal terdapat sebuah batu besar. Masyarakat yang melewati batu besar tersebut mendengar keganjilan seperti suara minta tolong, memanggil namanya, dan lain-lain. Namun begitu dilihat mereka tidak menemukan adanya orang atau apapun. Peristiwa tersebut kemudian terus berkembang hingga masyarakat menjadi peracaya bahwa batu yang dimaksud mempunyai roh atau jiwa. Dinamisme adalah suatu kepercayaan dengan keyakinan bahwa semua benda mempunyai kekuatan gaib, misalnya gunung, batu, dan api. Bahkan benda-benda buatan manusia seperti patung, tombak, jimat dan lain sebagainya. Totemisme merupakan keyakinan bahwa binatang tertentu merupakan nenek moyang suatu masyarakat atau orang tertentu. Binatang yang dianggap nenek moyang antara masyarakat yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Biasanya binatang nenek moyang tersebut disucikan, tidak boleh diburu dan dimakan, kecuali untuk upacara tertentu. Kepercayaan animisme dan dinamisme menjadi kepercayaan asli bangsa Indonesia sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Indonesia. Dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, kedua kepercayaan itu sudah berakar kuat. Salah satu aspek yang dapat dikaitkan dengan kedua kepercayaan tersebut adalah berupa peninggalan-peninggalan zaman megalitikum. Menhir atau arca, merupakan lambang dan tahta persemayaman roh leluhur. Kedua jenis peninggalan itu digunakan sebagai sarana pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dolmen dan punden berundak berkaitan dengan aktivitas upacara, karena dolmen digunakan sebagai tempat sesaji, sedangkan punden berundak digunakan untuk tempat upacara. Praktik-praktik kepercayaan animisme dan dinamisme itu juga terlihat dalam penyelenggaraan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian. Penyelenggaraan upacara kematian dilandasi dengan kepercayaan bahwa kematian itu pada hakikatnya tidak membawa perubahan dalam kedudukan, keadaan dan sifat seseorang. Dengan landasan itu, penguburan mayat selalu disertai dengan bekal-bekal kubur dan arwah mayat yang disesuaikan dengan kedudukannya ketika masih hidup. Keyakinan akan adanya dunia arwah terlihat dari arah penempatan kepala mayat yang diarahkan ke tempat asal atau tempat bersemayam roh nenek moyang mereka. Tempat yang biasanya diyakini sebagai tempat roh nenek moyang adalah tempat matahari terbit atau terbenam, dan tempat-tempat yang tinggi, misalnya di gunung dan bukit. Bukti mengenai hal ini terlihat dari hasil penggalian kuburan-kuburan kuno di beberapa tempat di wilayah Indonesia, seperti Bali dan Kalimantan yang menunjukkan arah kepala mayat selalu ke arah timur, barat atau ke puncak-puncak gunung atau bukit.





Itu adalah beberapa corak kehidupan masyarakat pra-aksara, sekian dari admin, semoga bisa ketemu lagi dipost berikutnya.

Corak Kehidupan Masyarakat Pra-Aksara 4.5 5 Unknown Minggu, 03 April 2016 1.Corak Kehidupan Berburu dan Meramu Masa berburu dan meramu tingkat lanjut berlangsung setelah zaman pleistosen.  Corak kehidupan masy...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kontributor

Diberdayakan oleh Blogger.
J-Theme